Bid’ah dan Bahayanya
Dalam Islam, suatu amalan bisa tertolak atau tidak diterima padahal sudah berniat baik atau ikhlas. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara di dalam urusan [agama] kami ini yang bukan berasal darinya, maka ia pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedudukan Hadits
Imam Ibnu Daqiq al-’Ied rahimahullah mengatakan,
“Hadits ini merupakan salah satu kaidah agung di dalam agama. Ia termasuk salah satu Jawami’ al-Kalim (kalimat yang ringkas dan sarat makna) yang dianugerahkan kepada al-Mushthofa [Nabi] shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengandung penegasan tertolaknya segala bentuk bid’ah dan perkara yang diada-adakan [dalam agama, pent]…” (lihat Syarh al-Arba’in Haditsan, hal. 25)
Syaikh Abdul Muhsin al- Abbad hafizhahullah berkata,
“Hadits ini asalah kaidah untuk menimbang amalan secara lahiriah, bahwasanya amal tidak dianggap benar kecuali sesuai dengan syari’at. Sebagaimana halnya hadits Innamal a’malu bin niyat adalah kaidah untuk menimbang amal batin…” (Kutub wa Rosa’il Abdul Muhsin [2/114])
Faidah Hadits
Hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita, di antaranya:
· Segala macam bid’ah di dalam agama -yang memang tidak dilandasi dalil al-Kitab maupun as-Sunnah- adalah tertolak, baik dalam hal keyakinan maupun amal ibadah. Pelakunya mendapatkan celaan sekadar dengan tingkat bid’ah dan sejauh mana penyimpangan mereka dari ajaran agama
· Barangsiapa yang memberitakan suatu keyakinan yang tidak diberitakan oleh Allah dan Rasul-Nya maka dia adalah pelaku bid’ah.
· Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya atau melakukan ibadah dengan suatu hal yang tidak disyari’atkan maka dia juga pelaku bid’ah
· Barangsiapa yang mengharamkan hal-hal yang mubah (boleh) atau beribadah kepada-Nya dengan amalan-amalan yang tidak diajarkan dalam syari’at maka dia adalah pelaku bid’ah
· Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dengan landasan dalil dari Allah dan Rasul-Nya -baik dalam bentuk keyakinan ataupun amalan- maka hal itu akan diterima
· Segala bentuk ibadah yang dilakukan dengan cara-cara yang dilarang maka hukumnya adalah tidak sah, karena ia tidak dilandasi oleh syari’at
· Segala bentuk transaksi muamalah yang dilakukan dengan cara-cara yang dilarang oleh agama juga termasuk akad transaksi yang tidak sah
· Larangan terhadap suatu bentuk ibadah atau muamalah melahirkan konsekuensi tidak sah atau tertolaknya ibadah atau muamalah yang dilakukan (lihat keterangan Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam al-Majmu’ah al-Kamilah [9/12-13])
Pengertian Bid’ah
Imam asy-Syathibi rahimahullah menjelaskan bahwa bid’ah adalah suatu tata cara beragama yang diada-adakan dan menyerupai syari’at. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk melebih-lebihkan dalam beribadah kepada Allah (lihat al-Arba’una Haditsan fi Minhaj ad-Da’wah, hal. 70 dan al-I’tisham, [1/50])
Dampak Negatif Bid’ah
Bid’ah memiliki banyak dampak negatif dan konsekuensi yang jelek, di antaranya adalah:
· Menimbulkan konsekuensi pendustaan terhadap firman Allah (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.” (QS. Al-Ma’idah: 3). Karena apabila seorang datang dengan membawa bid’ah dan dianggap termasuk dalam agama, maka itu artinya agama ini belum sempurna!
· Konsekuensi bid’ah adalah celaan terhadap syari’at Islam bahwa ia belum sempurna, kemudian baru sempurna dengan adanya bid’ah yang dibuat oleh pelaku bid’ah itu
· Konsekuensi bid’ah pula adalah celaan bagi seluruh umat Islam sebelumnya yang tidak melakukan bid’ah ini bahwasanya agama mereka tidak sempurna atau cacat, maka hal ini adalah dampak yang sangat membahayakan!
· Dampak bid’ah adalah orang yang sibuk dengannya niscaya akan tersibukkan dari melakukan hal-hal yang sunnah (ada tuntunannya). Sehingga mereka meninggalkan amalan yang ada tuntunannya dan sibuk dengan amalan yang tidak diajarkan.